Indonesia Kembali Berjaya dalam INEPO 2010

Nina dan Christina berhasil memukau 25 juri saat mengujikan karya ilmiahnya berjudul "The Use Of Sugar Factory Dust in Making Seismic Resistant Bricks" atau Kegunaan Limbah Abu Asap Pabrik Gula untuk Pembuatan Batu Bata Tahan Gempa.

Senyum cerah menghiasi wajah Nina Milasari (17) dan Christina Kartika Bintang Dewi (15), siswa sekolah menengah atas (SMA) Negeri 5 Kota Madiun, Jawa Timur. Tanpa disangka, keduanya berhasil menyabet medali emas dalam "International Environmental Project Olympiade" (Inepo) 2010, di Kota Istanbul, Turki, 19-22 Mei 2010 lalu.

Bagi mereka, saat penelitiannya berhasil masuk nominasi final pada ajang bergengsi tersebut, sudah merupakan prestasi tersendiri. Sebabnya, perjalanan mengikuti Inepo 2010, itu tidaklah mudah.

Kedua murid berprestasi ini sempat terancam tidak dapat berangkat ke Turki karena terkendala biaya. Berkat kegigihan keduanya, yang didukung penuh oleh SMA Negeri 5 Kota Madiun, akhirnya Nina dan Christina bisa berangkat ke Istanbul untuk mempresentasikan hasil penelitiannya.

Waktu itu, perjalanan menuju Turki diperlukan dana sekitar Rp 170 juta untuk tiga orang, yakni Nina, Christina, dan guru pembimbingnya, Imam Zuhri. Pihak sekolah terus menggalang dana untuk biaya perjalanan, akomodasi, serta penginapan selama beberapa hari Inepo 2010 di negeri dua Benua Asia-Eropa tersebut.

Untunglah, tekad dan pengorbanan itu kini terbayar sudah. Nina dan Christina berhasil memukau 25 juri saat mempresentasikan dan mengujikan karya ilmiahnya berjudul "The Use Of Sugar Factory Dust in Making Seismic Resistant Bricks" atau Kegunaan Limbah Abu Asap Pabrik Gula untuk Pembuatan Batu Bata Tahan Gempa.

Tahan gempa

Menurut Nina, ada 110 finalis dari 45 negara yang menunjukkan dan mengujikan hasil karya ilmiahnya di ajang tersebut. Namun, hanya 11 tim yang berhasil mendapatkan emas. Dari Indonesia ada empat tim yang meraih emas, termasuk tim dari SMA Negeri 5 Kota Madiun itu.

Berkat bimbingan para gurunya, kedua siswa SMAN 5 Kota Madiun ini berhasil menciptakan konstruksi batu bata yang dinilai tahan gempa. Inovasi teknologi mereka itu diciptakan melalui eksperimen berkali-kali yang memakan waktu sekitar satu tahun.

"Jadi kami memanfaatkan abu asap dari proses pembakaran bahan baku gula yang banyak terdapat di pabrik-pabrik gula. Abu asap itu mengandung silikat yang tinggi," ujar Nina.

Silikat adalah senyawa yang mengandung satu anion dengan satu atau lebih atom silikon pusat yang dikelilingi oleh elektronegatif, karena silikat atau silikon dioksida (SiO2) itu memiliki daya rekat yang tinggi dan biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen atau konstruksi lainnya.

"Awalnya, kami memanfaatkan abu asap tersebut untuk briket yang biasa dijadikan bahan untuk pembakaran. Setelah tahu mengandung silikat yang tinggi, kami mencoba memanfaatkannya untuk pembuatan batu bata," kata Nina.

Nina menambahkan, batu bata yang bahan bakunya dicampur dengan silikat menjadikan batu bata lebih ringan, sehingga lebih tahan getaran atau gempa. Pada percobaan terakhir, mereka mencampur kandungan abu 10 persen dan tanah 10 persen, kemudian dibakar hingga menjadi batu bata merah.

Hasilnya mengesankan. Batu bata merah itu terasa lebih ringan dan lebih kuat dibanding dengan batu bata merah biasa.

"Berdasarkan uji kuat di laboratorium beton dan bahan bangunan Teknik Sipil ITS Surabaya memperlihatkan, bahwa bata bata merah dari campuran abu itu lebih kuat dan lebih tahan gempa. Konstruksi bahan bangunan ini cocok untuk di daerah yang rawan gempa," jelas Nina.

sumber : kompas