Deteksi Sedini Mungkin Gangguan Anak Hiperaktif

(doc Corbis)
Waspadalah terhadap gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktif pada buah hati Anda. Gangguan ini biasanya ditandai dengan sikap anak tidak dapat duduk tenang, selalu bergerak, tangan dan kaki tidak bisa diam, lari dan lompat-lompatan lebih dari biasanya, serta mudah gelisah.

Gejala ini cenderung sulit terdeteksi saat si kecil masih usia di bawah tiga tahun. Gangguan biasanya baru terlihat ketika anak memasuki usia sekolah. Berdasar hasil penelitian, 3-7 persen anak usia sekolah dan 4 persen orang dewasa mengalami gangguan ini.

Gangguan yang juga dikenal sebagai Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan neurobiologis yang ditandai adanya gejala gerakan anak yang sulit dikontrol. Adanya gangguan pada bagian otak dan ketidakseimbangan neurotransmitter membuat rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan.

“Sayangnya sampai saat ini belum ditemukan secara pasti penyebabnya. Dari penelitian dikatakan ada faktor gen yang diturunkan dari orangtua sebagai salah satu faktor penyebabnya,” kata Psikiatri Anak lulusan Universitas Indonesia, dr. Gitayanti, dalam acara 'Women Helath Expo 2010', akhir pekan lalu.

Sekitar 76 persen anak dengan gangguan hiperaktif mempunyai saudara yang mengidap gangguan yang sama, lahir prematur, serta lahir dari ibu perokok, stres berat, dan peminum alkohol saat hamil. Cedera di kepala juga mempunyai andil untuk munculnya gangguan ini.

Saat ini sudah banyak orangtua yang secara sadar melakukan deteksi dini terhadap gangguan ini. Dan, jumlah penderita yang terdeteksi kian banyak. “Jika gangguan ini dibiarkan tanpa segera ditangani, bisa meyebabkan anak mengalami kesulitan belajar. Penanganan harus dilakukan dengan serius, tidak boleh setengah-setengah dan ikuti petunjuk dokter yang menangani,” katanya.

Gitayanti meminta para orangtua agar untuk tak khawatir jika si kecil diminta mengonsumsi obat-obatan tertentu. Pemberian obat telah disesuaikan dosisnya dengan kebutuhan anak sehingga aman. Para orangtua juga diimbau untuk memahami dengan baik gangguan itu sehingga dapat melakukan terapi perilaku terhadap buah hatinya.

Sementara itu, penting juga melakukan pendekatan terhadap guru di sekolah agar anak mendapatkan perhatian khusus. Jangan biarkan anak dengan gangguan hiperaktif dicap sebagai anak nakal, biang kerok di kelas, anak bodoh, pemalas, atau tukang melamun.

Dengan adanya deteksi dini dan penanganan khusus, diharapkan si kecil yang mengalami gangguan hiperaktif bisa sukses melewati masa sekolah dan meraih masa depan yang cerah.

• VIVAnews