BSNP: Sekolah Jangan Sering Ganti Buku Pelajaran


Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Prof. Mungin Eddy Wibowo meminta sekolah jangan terlalu sering melakukan penggantian buku pelajaran yang dijadikan referensi setiap tahun ajaran baru.

"Kami telah menyeleksi banyak buku pelajaran agar memenuhi standar yang telah ditetapkan, dan untuk setiap mata pelajaran tersedia lebih dari satu pilihan," katanya, Jumat (25/6).

Menurut dia, jumlah buku yang telah dinilai memenuhi syarat untuk setiap mata pelajaran tersedia sejumlah pilihan, karena itu pihak sekolah bisa memilih buku pelajaran yang akan digunakan secara leluasa.

Ia mencontohkan buku pelajaran Matematika, tersedia buku lebih dari satu pengarang dan penerbit, demikian juga buku pelajaran lain. Persoalan memilih buku mana yang digunakan diserahkan ke setiap sekolah.

"Namun, pihak sekolah harus menentukan pemilihan buku pelajaran yang digunakan melalui rapat dewan guru, tidak boleh hanya ditentukan kepala sekolah atau guru," kata Mungin yang juga mantan Ketua BSNP tersebut.

Pemilihan buku pelajaran yang akan digunakan, kata dia, sebaiknya tidak diiringi dengan penggantian pengarang atau penerbit buku baru, mengingat seleksi BSNP terhadap buku pelajaran berlaku lima tahun.

"Kalau memang belum perlu mengganti buku pelajaran, tetap gunakan untuk pembelajaran tahun ajaran berikutnya. Apalagi jika materi dan isi buku baru yang dipilih masih sama dengan buku yang lama," katanya.

Mungin menjelaskan BSNP menilai setiap buku pelajaran berdasarkan pertimbangan kelayakan isi, penyajian, kebahasaan, dan grafik, dan hasil seleksi itu ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.

"Karena itu, mudah membedakan mana buku yang telah diseleksi BSNP dengan yang belum. Buku-buku yang telah diseleksi pasti tercantum kata sesuai dengan Permendiknas, sedangkan yang belum tidak mencantumkannya," katanya.

Ditanya jumlah buku yang telah diseleksi BSNP, ia mengatakan jumlahnya sangat banyak karena BSNP telah memulai seleksi sejak tahun 2006, dan setiap satu mata pelajaran pasti disediakan pilihan lebih dari satu.

Selain itu, ia juga mengatakan pengadaan buku pelajaran sebaiknya tidak dikelola pihak sekolah, karena dikhawatirkan akan ada pemaksaan pembelian buku yang dampaknya merugikan para peserta didik.

"Sekolah hanya menetapkan buku apa saja yang dipilih untuk sarana pembelajaran, misalnya menunjuk buku karangan ini dan penerbit ini, selanjutnya siswa dibebaskan untuk mencarinya di toko buku," katanya.

Namun, kata Mungin, pengadaan buku dimungkinkan diserahkan pada pihak sekolah, jika kondisi sekolah berada di daerah terpencil yang jauh dari toko buku sehingga pihak sekolah mengkoordinasi pembelian secara kolektif. (sumber di sini)