Jangan Paksa Anak Keluar dari Sekolah

Apa pun masalahnya, sekolah tidak bisa sembarang mengeluarkan anak secara paksa, apalagi jika dikeluarkan hanya lantaran orangtua si murid terlalu kritis terhadap kebijakan sekolah.


Ilustrasi: Penggabungan akan menyulitkan anak-anak yang tinggal di kawasan tersebut dalam mengakses pendidikan, sebab sekolah lain ternyata letaknya jauh dari sekolah semula.

Demikian ditegaskan Ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait di Jakarta, Rabu (28/7/2010), terkait kasus lima siswa-siswi SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi yang mendapat ancaman dikeluarkan dari sekolah akibat sikap kritis orangtuanya, beberapa waktu lalu.

“Dalam UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2002, tidak ada itu mengeluarkan anak dari sekolah secara paksa, apa pun masalahnya,” kata Aris, seusai acara bincang-bincang Peranan Orang Tua dalam Mengembalikan Anak Jalanan ke Bangku Sekolah, di Jakarta.

Bicara soal intimidasi, itulah yang kerap dialami para orangtua murid SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur, lantaran selalu kritis terhadap kebijakan-kebijakan sekolah, terutama soal pengelolaan keuangan sekolah tersebut yang mereka duga berbau korupsi. Buntutnya, anak-anaklah yang menjadi korban.

Seperti diberitakan di Kompas.com, Senin (31/5/2010), Aria Bismark Adhe, seorang siswa kelas VI sekolah tersebut, tidak diperbolehkan mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Adhe diminta keluar dari ruang ujian oleh pihak sekolah setelah sebelumnya diberikan sebuah surat pemberitahuan untuk diberikan kepada orangtuanya, Drs Handaru Widjatmoko, yang dianggap oleh sekolah sebagai pelapor dugaan korupsi di sekolah tersebut.

Tak hanya Adhe. Lima siswa lainnya juga terancam tidak bisa mengikuti ulangan umum dan bahkan diancam dikeluarkan oleh pihak sekolah akibat sikap kritis orangtuanya.(sumber)