Bisakah Anak Jalanan ke Sekolah Reguler?

Anak jalanan yang diberikan bantuan pendidikan harus bisa disamakan dengan siswa regular yang mengenyam pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Sekolah harus menciptakan nuansa pembelajaran yang nondiskriminasi.

Ilustrasi: Sekolah harus ciptakan nuansa pembelajaran yang nondiskriminasi, karena belum tentu anak jalanan lebih bodoh dari siswa reguler.
Sepulang sekolah, anak bisa mampir ke sanggar, diberi les dan dikembangkan kemampuan lainnya untuk memupuk percaya diri mereka.
-- Isti Saptiono

"Guru-guru harus memberlakukan hak yang sama antara anak jalanan dan anak reguler,” ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait pada acara talk show Peranan Orang Tua dalam Mengembalikan Anak Jalanan ke Bangku Sekolah di Jakarta, Kamis (28/7/2010).

Aris menambahkan, belum tentu anak jalanan lebih bodoh dari anak reguler. Dia mengambil contoh mengenai sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) sebagai sekolah yang menciptakan suasana dan kondisi diskriminasi.

"Sekolah seharusnya untuk satu tujuan, yaitu pendidikan, tidak ada itu sekolah bertaraf internasional dan sekolah plus-plus. Itu sekolah untuk orang kaya,” ujar Aris, yang menegaskan tidak sepantasnya ada sekolah yang menciptakan perbedaan.

Disinggung mengenai anak-anak jalanan yang bisa membaur dengan anak-anak lainnya di sekolah reguler, Isti Saptiono, Anggota Dewan Yayasan Indonesian Street Children Organization (ISCO), mengatakan, rasa sikap minder dan pesimistis pasti ada.

"Tetapi, kami memiliki sanggar di tiap wilayah sehingga setiap pulang sekolah anak bisa mampir ke sanggar, diberi les, dan kemampuan lainnya dikembangkan. Saya rasa itu bisa memupuk percaya diri mereka," kata Isti.(sumber)