Orangtua Kritik Sekolah, Guru Intimidasi Siswa

Sejumlah orangtua siswa yang melaporkan dugaan korupsi oleh pejabat sekolah menghadapi serangan balik. Mereka diberhentikan sebagai anggota komite sekolah dan anak-anak mereka pun mendapatkan intimidasi dan diskriminasi.

Orangtua Kritik Sekolah Guru Intimidasi Siswa

Handaru Widjatmiko, salah satu orangtua mantan siswa di SDN RSBI Rawamangun 012 Pagi, mengungkapkan beberapa perlakuan tidak menyenangkan yang dilakukan pihak sekolah terhadap wali murid yang kritis dan anak-anak mereka.

"Di antaranya adalah intimidasi, menonaktifkan pengurus komite sekolah yang kritis menyelidiki dana pendidikan, mengintimidasi anak dengan cara tidak menuliskan naik/tidak naik di rapornya, menuliskan nilai rapor dengan pensil, melakukan tindakan diskriminasi dengan menghukum anak, membedakan dengan teman yang lainnya," tutur Handaru dalam jumpa pers di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (25/7).

Ia mengaku sudah melaporkan hal itu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, namun tidak kunjung memperoleh tanggapan.

Pada 2009 lalu, kata Handaru, terjadi masalah internal terkait dana masyarakat di komite sekolah yang kemudian dilaporkan ke Polda Metri Jaya. Sebenarnya, lanjut dia, tiga atau empat tahun lalu, sejumlah orangtua siswa pernah membuat laporan mengenai hal yang sama ke Kejaksaan dan Kepolisian tetapi berhenti di tengah jalan.

"Laporan (pada 2009) ini mungkin mengaktifkan lagi proses penyelidikan dari laporan ke Kejaksaan Tinggi dan Polda itu," kata Handaru. Terkait laporan tersebut, lanjutnya, kepala sekolah, Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar (Kasie Dindikdas) Kecamatan Pulogadung, dan beberapa guru telah dipanggil.

Pada 11 Mei 2010, ia mendapat kabar bahwa Kasie Dindikdas akan menginstruksikan kepada kepala sekolah untuk mengeluarkan siswa-siswa yang orangtuanya mengkritik sekolah. Handaru menunjukkan surat intsruksi Kasie Dindikdas Kecamatan Pulogadung Usman tertanggal 14 Mei 2010.

Dalam surat yang ditujukan kepada Kepala SDN RSBI Rawamangun 012 Pagi itu disebutkan, "Untuk mengimbangi sikap perilaku orangtua mereka yang gemar memusuhi para pendidik dan ngotot untuk memenjarakan kepala sekolah serta guru-guru dan tiga mantan kepala sekolah...maka saya menginstruksikan kepada saudara Kepala SDN RSBI Rawamangun 012 Pagi untuk mengeluarkan putra-putri mereka dari sekolah ini termasuk anak mereka yang kelas VI (enam) yang sudah mengikuti UASBN pada tanggal 4, 5, dan 6 Mei 2010."

Handaru mengatakan anaknya yang saat itu duduk di kelas VI sempat tidak diperbolehkan mengikuti ujian. "Dia sempat syok dan menangis," ujarnya. Kepala Sekolah lalu meminta agar dia membuat surat pernyataan yang menyatakan mencabut laporan ke kepolisian dan kejaksaan.

"Setelah itu baru anak saya bisa ikut ujian," katanya. Handaru juga mengatakan anak-anak dari rekan-rekannya yang lain juga mengalami perlakuan tidak menyenangkan. "Saya mendengar bahwa anak-anak rekan-rekan saya itu ditahan di luar sekolah kemudian dibawa ke ruang guru dan diberitahu besok bapaknya suruh datang kalau anaknya masih ingin sekolah," akunya.

Di samping surat instruksi, ungkap Handaru, Kasie Dindikdas Pulogadung Usman juga melayangkan surat yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta. Dalam surat tertanggal 12 Juli itu, Usman meminta Gubernur salah satunya untuk menghentikan Handaru dan rekan-rekannya seperti Okky Sofyan dan Tayasman Kaka sebagai warga DKI Jakarta dengan alasan mengacau di SDN RSBI Rawamangun 012 Pagi.

Hal serupa juga dialami Yuslinarwati, mantan sekretaris Komite SMP Negeri 99 Jakarta, yang mencoba membongkar pengunaan dana sekolah dan komite sekolah. Dalam surat tertanggal 15 Juli 2010 yang ditandatangani Ketua Komite SMPN 99 Jakarta Andi Tachyar, Yuslinarwati diberhentikan sebagai pengurus Komite Sekolah. Perempuan 43 tahun itu dianggap mencemarkan nama baik sekolah, menggalang demonstrasi siswa, memfitnah sekolah, mendiskreditkan sekolah/kepala sekolah serta melakukan tindakan-tindakan di luar kewenangan sebagai pengurus Komite Sekolah.

ICW telah mengirim surat ke SMP Negeri 99 Jakarta untuk meminta penjelasan mengenai pengelolaan keuangan sekolah. Peneliti senior ICW Febri Hendri mengatakan akan mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada Senin (26/7). Adapun menurut Koordinator Koalisi Pendidikan Lodi Paat, apa yang dialami Handaru dan kawan-kawan bukan semata persoalan korupsi.

"Ini persoalan HAM dan ketidakadilan sosial di sekolah," ujar Lodi dalam kesempatan yang sama. Ia berpendapat pihak-pihak yang mengalami perlakuan tidak adil ini harus dibantu. "Ini dikriminatif. Ini harus dilaporkan ke Komnas HAM," tandas Lodi. Inti masalahnya, menurut dia, adalah relasi kekuasaan yang tidak seimbang di sekolah antara guru dan orang tua siswa serta guru dan murid.

Sementara itu, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Wanda Hamidah, mengakui kelemahan birokrasi yang ada lembaga legislatif tempatnya bernaung. Komisi E membidangi masalah kesehatan dan pendidikan.

"Saya tidak pernah diajak rapat Komisi menyangkut hal-hal seperti ini," aku Wanda dalam jumpa pers yang sama. "Saya sendiri terus terang kecewa karena banyak permintaan audiensi masyarakat sampai detik ini tidak mendapat tanggapan yang positif," terang ketua Fraksi Amanat Bangsa DPRD DKI Jakarta itu. Padahal menurut dia, waktu luang yang dimiliki anggota Komisi E sangat banyak.

Wanda berjanji akan membawa masalah ini dalam rapat dengan kepala dinas serta kepala suku dinas (kasudin) pada Rabu ini di Balai Kota. "Saya akan coba mengkonfrontir hal ini secara langsung," janjinya. Selain itu, ia menyatakan akan membuat surat tembusan ke kepala dinas, kasudin, dan gubernur untuk mempertanyakan persoalan ini. (sumber)